Rabu, 21 Agustus 2019

Boleh Sedekah Ketika Punya Utang, Tapi

Muamalah dalam ekonomi pasti memiliki utang. Kecil atau pun besar, utang wajib dikembalikan. Tidak boleh ada niat dalam hati untuk tidak membayar utang. Ancaman keras menanti.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Siapa yg membawa harta orang lain dan dia berniat untuk tidak mengembalikannya maka Allah akan menghilangkannya.”

Meskipun ada keterangan dari Imam Bukhari, ”Kecuali masih dalam batas normal, dilandasi bersabar, lebih mendahulukan orang lain dari pada dirinya, meskipun dia membutuhkannya. Seperti yang dilakukan Abu Bakar ketika beliau menyedekahkan hartanya atau perbuatan orang anshar yang lebih mendahulukan Muhajirin. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk menyia-nyiakan harta. Karena itu, tidak boleh menyia-nyiakan harta orang lain dengan alasan sedekah.”
Imam al-Bukhari juga meriwayatkan sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Tidak ada satu amalan hamba untuk mendekatkan diri kepada-Ku yang lebih Aku cintai dari pada melakukan amalan yang diwajibkan kepadanya.”

Imam An-Nawawi mengatakan, “Orang yang memiliki utang dianjurkan untuk tidak bersedekah sampai dia lunasi utangnya.”
Dikuatkan dalam sebuah kaidah fiqh, didahulukan yang wajib sebelum yang anjuran. Sehingga kewajiban jika selesai baru yang setelahnya digunakan. Utang menjadi tanggungan orang bernyawa maupun yang tidak bernyawa. Bisa saja ketika masih hidup bisa memberikan dampak tidak baik bagi ukhuwah.
Melunasi utang merupakan kewajiban yang harus segera diselesaikan. Menunda justru menjadikannya tercela. Bahkan berniat tidak membayar utang sudah mendapat celaan dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Sedekah sendiri merupakan amalan yang mulia dan utama. Faedahnya begitu besar. Manfaat dapat terjadi jika mendapatkan prioritas. Bisa menjadi penyembuh hati, raga dan hubungan itu sendiri.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui“. (QS al-Baqarah: 261)

Ganjaran yang berlipat. Keutamaan yang berlipat. Manfaat juga berlipat. Sedekah bisa membawa pada lembutnya hati.
Ayat di atas menggambarkan keutamaan sedekah. Yang menjadi pertanyaan, jika ada yang semangat sedekah dan dia seorang pengusaha atau pedagang yang secara umum bermodal dengan utang. Apakah pengusaha tersebut tetap tidak bisa bersedekah? Jika pengusaha tersebut dihadapkan secara tekstual dari larangan di atas, maka tidak mungkin dia akan bisa bersedekah.
Alasan pertama, utang dalam usaha tidak bisa dimasukkan dalam larangan bersedekah jika masih punya utang. Mengingat usaha tidak lepas daripada utang. Dan utang itu sebuah usaha agar usaha bisa berputar dan menjadi bagian yang melekat dari sebuah usaha atau bisnis.
Maka utang yang bersifat pribadi dan membelenggu yang dimasukkan dalam larangan tersebut. Orang yang sudah terjerat utang, maka kondisi sama seperti orang kelaparan yang butuh makan. Ketika punya makanan maka segera dimakan. Tidak perlu memikirkan orang lain sampai dirinya selamat.
Alasan kedua, orang yang berutang untuk usaha, bisa dikatakan ada uang yang berputar. Sehingga kemungkinan besar bisa mengembalikan utangnya. Dasar ini terletak pada individu sesuai keyakinan mampu bayar utang. Tidak bisa disamakan dengan yang lain.

Semoga bermanfaat.
[deddy]

0 komentar:

Posting Komentar